Senin, 19 November 2012

mengantarkan anak gila membaca


Mengantarkan Anak Gila Membaca
Lingkungan memberikan pengaruh yang besar bagi pembentukan budaya membaca kepada anak. Hal ini kami dapatkan dari pengalaman langsung ketika mendidik keponakan kami. Keponakan kami yang pertama adalah laki-laki ketika sekolah di Taman Kanak-kanak belum begitu hafal dengan huruf alfabet sering terbalik-balik. Begitu juga dari segi pengucapan dia agak kikuk dan cadel sehingga mengalami kesulitan ketika mengucapkan hurug R dan S. Bahkan ketika sekolah di TK harus mendapatkan bimbingan tambahan dari guru-gurunya untuk mengetahui huruf-huruf alfabet.
Kondisi tersebut tidak membuat putus asa dan memvonis bahwa dia tidak bisa. Kami biarkan proses di sekolah tetap berjalan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Sedangkan kami di rumah tetap optimis bahwa suatu nanti ketika kesadaran belajarnya tersentuh dia akan mampu membaca. Sikap optimis ini kami buktikan dengan semakin menambah koleksi buku maupun majalah anak-anak untuk dilihat-lihat. Setiap hari keponakan kami yang bernama Rudin ini hanya melihat-lihat gambarnya saja. Begitu juga dengan koran yang setiap hari diantarkan loper koran juga dibuka-buka saja. Jika ada yang menarik, dia akan bertanya apa isi dari majalah atau buku atau koran yang dibuka. Hanya satu kalimat yang saya sampaikan ketika dia membuka koran, Mas, kalo Mas bisa membaca, nanti lebih asyik lihat korannya”
Ketika kelas satu SD dia sudah mulai bisa membaca per dua suku kata dan meraih rangking 1 dari bawah. Kami berusaha dengan mengarahkannya saja tanpa memarahinya karena kami yakin bahwa dia akan mampu berkembang secara optimal. Setelah satu semester dia mulai bisa membaca meskipun masih sangat lambat dan belum tahu makna dari yang dibaca. Hanya kebiasaan membuka aneka bahan bacaan tetap dilakukan.
Menginjak kelas 2 membacanya sudah mulai lancar maka kegiatan membuka majalahnya sudah ditambah dengan membacanya meskipun hanya sedikit yang dibaca. Ini berjalan terus secara kontinu seiringan dengan bertambahnya koleksi buku dan majalah di perpustakaan kami. Setiap bulan setelah mendapatkan gaji bulanan selalu kami alokasikan untuk membeli buku baik buku tentang keislaman, anak-anak, dan motivasi. Penyediaan buku ini tidak harus mencari yang mahal. Kami biasanya hunting ke Pasar Blauran, Kampung Ilmu Jalan Semarang, dan selalu mencari informasi tentang pameran buku. Agar mendapatkan buku dengan harga miring sehingga bisa mendapatkan buku yang banyak meskipun dana yang kami alokasikan tidak terlalu besar. Tetapi jika ada buku yang kami inginkan dan harganya “lumayan mahal” maka uangnya kami tabung dulu agar bisa membeli bukunya bulan depannya.
Bertambahnya koleksi bahan bacaan kami ini membuat keponakan kami semakin bersemangat untuk membaca. Bahkan saat ini dia sedang duduk di kelas 3, setiap hari selalu membaca, mulai dari pulang sekolah sampai menjelang tidur malam. Dia hanya berhenti membaca ketika mandi dan sholat saja. Ketika makan pun dia tetap membaca buku. Bahkan ketika hari Sabtu malam Minggu , dia juga terus membaca meskipun diberi waktu untuk menonton TV. Hal ini sangat menakjubkan bagi kami, hampir setiap hari dia membaca buku mulai habis magrib sampai jam 10 malam. Pagi hari pun ketika mau bangun tidur juga membaca. Kami merasakan bahwa dia telah tersentuh titik belajarnya dan terbangun budaya membaca sehingga ketika melihat buku apapun selalu dibaca. Buku-buku dari sepupu yang sekolah di SMP maupun SMA juga dibaca. Tiada hari tanpa membaca sudah sangat tumbuh berkembang di dalam dirinya sehingga mengalami peningkatan kecepatan membaca dan ranking di kelasnya pun meningkat.
Jadi membangun budaya membaca bagi anak-anak bisa kita mulai dengan membangun lingkungan yang mendukung untuk membaca. Lingkungan yang mendukung membaca, antara lain bisa dibangun dengan menyediakan beragam bacaan di rumah, memberikan contoh aktivitas membaca, dan memberinya motivasi.

Tidak ada komentar:

Theme designed by