Senin, 19 November 2012

mengantarkan anak gila membaca


Mengantarkan Anak Gila Membaca
Lingkungan memberikan pengaruh yang besar bagi pembentukan budaya membaca kepada anak. Hal ini kami dapatkan dari pengalaman langsung ketika mendidik keponakan kami. Keponakan kami yang pertama adalah laki-laki ketika sekolah di Taman Kanak-kanak belum begitu hafal dengan huruf alfabet sering terbalik-balik. Begitu juga dari segi pengucapan dia agak kikuk dan cadel sehingga mengalami kesulitan ketika mengucapkan hurug R dan S. Bahkan ketika sekolah di TK harus mendapatkan bimbingan tambahan dari guru-gurunya untuk mengetahui huruf-huruf alfabet.
Kondisi tersebut tidak membuat putus asa dan memvonis bahwa dia tidak bisa. Kami biarkan proses di sekolah tetap berjalan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Sedangkan kami di rumah tetap optimis bahwa suatu nanti ketika kesadaran belajarnya tersentuh dia akan mampu membaca. Sikap optimis ini kami buktikan dengan semakin menambah koleksi buku maupun majalah anak-anak untuk dilihat-lihat. Setiap hari keponakan kami yang bernama Rudin ini hanya melihat-lihat gambarnya saja. Begitu juga dengan koran yang setiap hari diantarkan loper koran juga dibuka-buka saja. Jika ada yang menarik, dia akan bertanya apa isi dari majalah atau buku atau koran yang dibuka. Hanya satu kalimat yang saya sampaikan ketika dia membuka koran, Mas, kalo Mas bisa membaca, nanti lebih asyik lihat korannya”
Ketika kelas satu SD dia sudah mulai bisa membaca per dua suku kata dan meraih rangking 1 dari bawah. Kami berusaha dengan mengarahkannya saja tanpa memarahinya karena kami yakin bahwa dia akan mampu berkembang secara optimal. Setelah satu semester dia mulai bisa membaca meskipun masih sangat lambat dan belum tahu makna dari yang dibaca. Hanya kebiasaan membuka aneka bahan bacaan tetap dilakukan.
Menginjak kelas 2 membacanya sudah mulai lancar maka kegiatan membuka majalahnya sudah ditambah dengan membacanya meskipun hanya sedikit yang dibaca. Ini berjalan terus secara kontinu seiringan dengan bertambahnya koleksi buku dan majalah di perpustakaan kami. Setiap bulan setelah mendapatkan gaji bulanan selalu kami alokasikan untuk membeli buku baik buku tentang keislaman, anak-anak, dan motivasi. Penyediaan buku ini tidak harus mencari yang mahal. Kami biasanya hunting ke Pasar Blauran, Kampung Ilmu Jalan Semarang, dan selalu mencari informasi tentang pameran buku. Agar mendapatkan buku dengan harga miring sehingga bisa mendapatkan buku yang banyak meskipun dana yang kami alokasikan tidak terlalu besar. Tetapi jika ada buku yang kami inginkan dan harganya “lumayan mahal” maka uangnya kami tabung dulu agar bisa membeli bukunya bulan depannya.
Bertambahnya koleksi bahan bacaan kami ini membuat keponakan kami semakin bersemangat untuk membaca. Bahkan saat ini dia sedang duduk di kelas 3, setiap hari selalu membaca, mulai dari pulang sekolah sampai menjelang tidur malam. Dia hanya berhenti membaca ketika mandi dan sholat saja. Ketika makan pun dia tetap membaca buku. Bahkan ketika hari Sabtu malam Minggu , dia juga terus membaca meskipun diberi waktu untuk menonton TV. Hal ini sangat menakjubkan bagi kami, hampir setiap hari dia membaca buku mulai habis magrib sampai jam 10 malam. Pagi hari pun ketika mau bangun tidur juga membaca. Kami merasakan bahwa dia telah tersentuh titik belajarnya dan terbangun budaya membaca sehingga ketika melihat buku apapun selalu dibaca. Buku-buku dari sepupu yang sekolah di SMP maupun SMA juga dibaca. Tiada hari tanpa membaca sudah sangat tumbuh berkembang di dalam dirinya sehingga mengalami peningkatan kecepatan membaca dan ranking di kelasnya pun meningkat.
Jadi membangun budaya membaca bagi anak-anak bisa kita mulai dengan membangun lingkungan yang mendukung untuk membaca. Lingkungan yang mendukung membaca, antara lain bisa dibangun dengan menyediakan beragam bacaan di rumah, memberikan contoh aktivitas membaca, dan memberinya motivasi.

Selasa, 06 November 2012

artikel pendidikan


MERETAS PENDIDIKAN LEBIH BAIK
Pendidikan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas hidup. Melalui pendidikan terjadi internalisasi nilai-nilai kebaikan sehingga terjadi peningkatan kualitas individu maupun masyarakat. Begitu juga dunia pendidikan di Indonesia terus dikembangkan dengan harapan mampu meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Aneka ragam perundang-undangan, permendiknas dan perda telah dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ironisnya pendidikan di Indonesia belum menunjukkan kemajuan yang signifikan meskipun telah terjadi pergantian kurikulum berkali-kali dimana kurikulum yang terakhir, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditambah dengan muatan pendidikan karakter. Penambahan muatan pendidikan karakter belum mampu memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kualitas masyarakat Indonesia. Bahkan kenakalan pelajar semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas, setiap hari kita disuguhi berbagai berita terkait kenakalan pelajar di berbagai media massa, misalnya terlibat dalam kasus pencurian, pornografi dan pembunuhan. Di sisi lain juga dilengkapi dengan peningkatan tindakan para pendidik yang melakukan pelanggaran hukum, misalnya melakukan aksi kekerasan terhadap pelajar, pelecehan seksual terhadap pelajar putri, dan perselingkuhan. Mengamati berbagai persoalan di dunia pendidikan ini maka memunculkan pertanyaan mendasar. “Ada apa dengan pendidikan di Indonesia ?”
Secara teoritis rancangan pendidikan yang dikembangkan di Indonesia sudah tepat, tetapi secara praktis belum diterapkan cara optimal. Ketepatan rancangan pendidikan di Indonesia secara teoritis bisa kita buktikan melalui produk perundang-undangan pendidikan, misalnya tujuan sistem pendidikan nasional sesuai dengan pasal 3 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003,” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Produk hukum lainnya terkait dengan pendidikan adalah standar proses pada Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang standar proses, proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dua contoh produk hukum terkait pendidikan di Indonesia sudah menunjukkan ketepatan pendidikan secara teoritis. Sebagai upaya untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di Indonesia, perlu adanya beberapa langkah perubahan signifikan untuk menstimulus dampak peningkatan mutu secara luas. Perbaikan yang dilakukan melalui perbaikan sistem pendidikan nasional, mempersiapkan guru berkualitas, dan menyediakan sarana dan prasarananya.
Perbaikan sistem pendidikan nasional
Pendidikan merupakan sebuah sistem maka untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan nasional bukan hanya dilakukan secara spasial tetapi dilakukan secara menyeluruh. Sistem pendidikan nasional bukan hanya terkait dengan perbaikan kurikulum disekolah melainkan juga perbaikan segi kehidupan lainnya yang berhubungan dengan siswa. Oleh karena itu perbaikan kurikulum sekolah dilakukan seiringan dengan perbaikan sistem lain yang ada di sekitar siswa sehingga semuanya mengarah pada satu tujuan yakni mensukseskan tujuan pendidikan nasional. Perbaikan kurikulum di sekolah dilakukan dengan merancang kurikulum yang mengedepankan dan memperhatikan tumbuh kembang siswa di setiap jenjang agar siswa merasakan nikmatnya menempuh pendidikan dan potensi yang dimiliki secara optimal. Siswa TK dan SD kelas 1, 2, dan 3 diberikan kurikulum sesuai dengan perkembangan mereka, tidak dibebani dengan adanya ujian tulis berbagai mata pelajaran dan kebutuhan bermain mereka terpenuhi serta tidak membawa banyak buku yang membebani bahu mereka . Begitu juga dengan siswa pada jenjang lain, juga dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan potensi mereka. Menjadikan kurikulum yang lebih humanis, yang senantiasa memuliakan dan mengembangkan potensi siswa. Adanya koneksitas antar kurikulum mulai dari jenjang TK sampai perguruan tinggi. Siswa yang memiliki potensi dalam bidang kependidikan diarahkan dan dikembangkan sejak TK sampai perguruan tinggi , tidak dibebani dengan kompetensi lain yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Siswa yang memiliki potensi memasak diarahkan sejak TK sampai perguruan tinggi dan tidak dibebani mata pelajaran matematika yang tidak sesuai dengan potensi mereka. Bahkan memberikan kesempatan kepada siswa sebulan sekali untuk menjadi apa yang mereka inginkan yang sesuai dengan potensi mereka. Siswa lebih banyak belajar dari pengalaman secara langsung menjadi apa yang diinginkan. Selain itu perlu adanya sistem koneksitas antar jenjang pendidikan, misalnya siswa yang memiliki ketertarikan pada bidang penelitian maka sejak dari TK sudah dihubungkan dengan ahli penelitian yang ada di LIPI agar terfigurkan sosok peneliti sejak dini. Selain itu perlu adanya kesatuan pandangan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional terutama dengan kementrian informasi dan komunikasi  terkait dengan tayangan televisi dan jam tayangnya, agar siswa mendapatkan tayangan bermutu dan pada jam-jam yang tidak mengganggu aktivitas belajar siswa. Juga perlu penjagaaan terhadap website yang menyebarkan nilai-nilai buruk bagi perkembangan siswa. Begitu juga perlu adanya kerjasama dengan departemen agama agar menggagas adanya sekolah keluarga dan sekolah ibu untuk menciptakan lingkungan keluarga yang tepat bagi tumbuh kembangnya siswa. Jadi perbaikan yang dilakukan meliputi seluruh elemen kehidupan siswa baik ketika berada di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Mempersiapkan guru berkualitas
Upaya perbaikan pendidikan yang bisa dilakukan lainnya melalui mempersiapkan guru yang berkualitas. Keberhasilan pembelajaran ditentukan  70 % oleh guru dalam mengelola pembelajaran. Oleh karena itu penting sekali untuk menyiapkan guru berkualitas. Adanya sistem seleksi yang ketat dan terprogram bagi para siswa yang berminat untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi keguruan. Para lulusan terbaik yang bisa masuk ke dalam perguruan tinggi kependidikan dengan melalui berbagai macam tes secara komprehensif. Jurusan kependidikan menjadi jurusan unggulan dan yang bisa memasukinya hanyalah orang-orang terbaik yang memiliki potensi menjadi pendidik. Terjadinya persaingan yang ketat dalam menyeleksi para calon mahasiswa kependidikan agar input yang masuk ke dalam perguruan tinggi kependidikan benar-benar berkualitas. Pola pendidikan yang diterapkan di dalam perguruan tinggi kependidikan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam mewujudkan pendidikan berkualitas. Pola pendidikan yang diampu oleh ahli kependidikan terbaik di Indonesia untuk mengelola para calon guru agar menjadi guru yang berkualitas. Setelah lulus dari perguruan tinggi kependidikan para guru tetap memiliki keterikatan dengan almamaternya dan diberikan pelatihan secara berkala untuk terus menjaga kualitas pembelajaran di kelas-kelas juga menyediakan forum pertemuan antara guru dengan ahli kependidikan agar terus seiring dan sejalan dalam mengembangkan pendidikan. Menjadikan guru-guru yang memiliki sifat humanis dalam pola pendekatan dengan siswanya.
Menyediakan sarana dan prasarananya
Perbaikan dalam bidang kependidikan juga membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini perlu dilakukan agar para siswa memiliki kemudahan dalam mengakses pendidikan. Perlu adanya penyediaaan sarana dan prasarana sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi dan kearifan lokal yang ada untuk memudahkan akses di dunia pendidikan. Perkembangan teknologi informasi yang saat ini berkembang perlu di dukung dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung, misalnya memperluas jaringan internet dan menyediakan laboratorium internet di tiap-tiap desa agar siswa yang tinggal di desa dan pelosok  bisa mengakses beragam informasi dan mengikuti perkembangan dunia. Juga memperkecil kebutuhan siswa terhadap buku cetak dan digantikan dengan buku elektronik agar lebih praktis dan tidak ditemui lagi siswa membawa tas, dimana berat buku dan peralatan tulis lain di dalam tas tersebut melebihi berat badannya sehingga bahunya menanggung beban di luar kapasitasnya. Juga prasarana lainnya misalnya jalan raya dan jembatan yang memudahkan akses ke sekolah agar tidak ada lagi siswa yang harus menenteng sepatunya karena harus melewati sungai untuk sampai ke sekolah, atau menemui siswa bergelantungan di atas jembatan gantung yang sudah tua di atas sungai penuh bebatuan, bertaruh nyawa untuk sampai ke sekolah. Juga perlu menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan perekonomian masyarakat agar anak-anak usia sekolah bisa dengan tenang belajar di sekolah tanpa terbebani untuk mencari nafkah untuk keluarga.
Dunia pendidikan merupakan dunia penuh dengan kedinamisan yang terus bergera. Oleh karena itu perlu adanya upaya melakukan perbaikan secara kontinu dan menyeluruh karena peningkatan kualitas manusia bisa dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan yang lebih baik harus diimpikan dan diwujudkan dalam program-program kerja kependidikan yang berorientasi pada kualitas.

Sabtu, 03 November 2012

kolaborasi guru dan siswa dalam pembelajaran berdasarkan standar proses pp no 19 ayat 1 tahun 2005


KOLABORASI GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN
BERDASARKAN STANDAR PROSES PP NO 19 AYAT 1 TAHUN 2005

Standar proses pp no 19 ayat 1 tahun 2005
            Pembelajaran yang diamanahkan oleh Standar Proses PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 19, ayat 1, Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan akan mampu meningkatkan keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran juga sesuai dengan amanah Standar Proses PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 19, ayat 1. Proses pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan,  menantang, dan memotivasi merupakan pembelajaran yang dikembangkan untuk mendukung implementasi dari Standar Proses PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 19, ayat 1. Peranan guru dalam membina hubungan dengan siswa di dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan ajar yang disajikan  jika tidak ada  hubungan timbal balik yang harmonis atau komunikasi dua arah yang baik antara  guru dan siswa, maka hampir dapat dipastikan  bahwa hasil yang akan diperoleh akan jauh dari harapan. Karena memang pada dasarnya setiap siswa memiliki potensi cerdas. Tetapi potensi ini tidak akan teraktualisasi optimal jika tidak distimulus dengan baik pula. Pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan,  menantang, dan memotivasi dapat terwujud dan juga terjadinya optimalisasi potensi kecerdasan yang dimiliki oleh  apabila di dalam proses pembelajaran, guru menggunakan model pembelajaran yang dapat merangsang kemmapuan siswa untuk belajar.Upaya mewujudkan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik dapat dilakukan dengan menjalin hubungan yang erat antara guru dengan siswa. Memadukan potensi yang dimiliki oleh guru dan siswa sehingga akan memunculkan ketakjuban di dalam proses pembelajaran. Guru juga diharapkan mampu mengkolaborasikan antara siswa satu dengan siswa yang lainnya karena memiliki potensi yang berbeda-beda.
Mengkolaborasikan siswa yang memiliki kecerdasan majemuk
Menurut Dr. Howard Gardner kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau memberikan penghargaan dalam budaya seseorang. Gardner membagi kecerdasan secara garis besar terbagi atas delapan kecerdasan. Semua siswa memiliki delapan kecerdasan tersebut, yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah kecerdasan yang berkembang lebih menonjol dari masing-masing siswa berbeda-beda. Delapan kecerdasan tersebut antara lain kecerdasan linguistik, musik, visual spasial, kinestetik, logika matematika, natural, intrapersonal, dan interpersonal.
            Ciri- ciri siswa yang kecerdasan linguistik lebih berkembang antara lain menyenangi puisi dan cerita-cerita, senang membaca dan menulis, mudah mengungkapkan perasaan dengan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Siswa yang kecerdasan musik berkembang memiliki kecenderungan dapat dan senang memainkan alat musik, senang menyanyikan lagu atau mendengarkan musik dimana saja, peka terhadap nada dan irama, dapat membedakan bunyi berbagai alat musik, menyukai pelajaran seni suara, suka bersenandung ataupun mengetukkan jari sesuai irama musik. 
            Siswa dengan kecerdasan visual spasial yang menonjol akan lebih menyukai bidang seni rupa (lukisan, patung, dll), dapat mengembangkan gambaran suatu ruang dari beberapa sudut yang berbeda, menyukai bacaan yang penuh oleh gambar-gambar berwarna,senang merekam peristiwa / kejadian dengan video kamera. Ciri-ciri siswa yang kecerdasan kinestetik menyukai aktifitas olahraga, menyukai gerak tubuh, memikirkan suatu masalah dengan melakukan banyak gerakan, menyukai pelajaran olahraga dan keterampilan, lebih mudah mengingat sesuatu dengan melakukan gerakan daripada melihat atau mendengar.
            Siswa yang perkembangan kecerdasan logika matematika lebih banyak proporsinya dibandingkan dengan kecerdasan lainnya menyukai hal-hal yang berhubungan dengan angka dan menghitung, menyukai eksperimen dan pengembangan ilmu pengetahuan terbaru, menyukai pelajaran matematika dan IPA, senang menganalisa yang dikaitkan dengan logika. Siswa yang memiliki krcerdasan natural lebih menonjol akan lebih senang memelihara binatang dan merawat tanaman, mempunyai minat besar terhadap pengetahuan tentang kehidupan flora dan fauna, menyukai kegiatan yang berhubungan dengan alam, seperti berkebun dan memancing, menyukai pelajaran biologi, dan mempunyai perhatian besar terhadap masalah lingkungan hidup, konservasi alam, dll.
            Siswa dengan kecerdasan interpersonal lebih berkembang lebih menyukai pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain atau dalam kelompok, menyenangi permainan yang melibatkan banyak peserta, pandai berkomunikasi bahkan memanipulasi, jika mempunyai masalah mereka senang membicarakannya dengan orang lain, dan banyak orang lain yang datang minta pendapat kepadanya, karena ia dapat bersimpati kepada mereka. Ciri-ciri dengan kecerdasan intrapersonal menonjol lebih memiliki buku catatan harian untuk mengungkapkan perasaannya, sensitif terhadap nilai diri, menyadari akan kelebihan dan kekurangannya sendiri, lebih senang menikmati rekreasi sendirian, misalnya : memancing atau menyepi ke pegunungan, menentukan dan memutuskan sendiri langkah yang akan dipilih. Keragaman kecerdasan yang dimiliki oleh siswa-siswa merupakan potensi besar yang harus terus distimulus agar terus berkembang dan bukan untuk dimatikan.
            Siswa yang memiliki kecerdasan majemuk ini dikolaborasikan secara optimal sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada diri siswa. Maka ketika pembelajaran bahasa Indonesia memberikan kesempatan kepada siswa yang kecerdasan bahasanya menonjol. Ketika pembelajaran olahraga memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan kinestetik untuk banyak berperan. Ketika pembelajaran IPA memberikan kesempatan pada siswa yang memiliki kecerdasan natural memimpin dan seterusnya sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada siswa. Melalui pemberian kesempatan pada siswa ini maka semua siswa merasa dihargai dan mampu melakukan kolaborasi di dalam proses pembelajaran.
Kolaborasi guru dan siswa dalam gaya belajar dan mengajar
Secara garis besar siswa memiliki tiga gaya belajar yakni visual, auditori, dan kinestetik. Bagi siswa yang memiliki  gaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ). Siswa  yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi. Ciri-ciri gaya belajar visual antara lain
Bicara
agak cepat, mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi, tidak mudah terganggu oleh keributan, mengingat yang dilihat dari pada yang didengar, lebih suka membaca dari pada dibacakan, pembaca cepat dan tekun,
seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan tapi tidak pandai memilih kata-kata,
lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato, lebih suka musik dari pada seni
mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
            Siswa yang memiliki gaya belajar auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Siswa  auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi siswa auditori mendengarkannya. Siswa  seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. Ciri-ciri gaya belajar auditori antara lain saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri, penampilan rapi, mudah terganggu oleh keributan, belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat, senang membaca dengan keras dan mendengarkan, menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca, biasanya ia pembicara yang fasih, lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik, mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visual, berbicara dalam irama yang terpola, dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara.
            Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik  belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa  seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Ciri-ciri gaya belajar kinestetik antara lain berbicara perlahan, penampilan rapi, tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan, belajar melalui memanipulasi dan praktek, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca, kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita, menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca, menyukai permainan yang menyibukkan, tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu, menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, menggunakan kata-kata yang mengandung aksi. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik memiliki kesan tidak bisa diam di dalam kelas karena membutuhkan ruang  untuk mengekspresikan apa yang telah mereka pelajari dan sebagai gaya mereka di dalam menyerap pembelajaran yang telah diberikan oleh gurunya. Keragaman gaya belajar yang dimiliki oleh siswa ini membuat kelas membutuhkan variasi dalam pembelajaran agar semua gaya belajar siswa dapat terpenuhi secara optimal dan menjadikan kelas lebih hidup serta menarik untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki ketiga gaya belajar tersebut hanya saja proporsinya berbeda-beda dan ada salah satu dari gaya belajar tersebut yang lebih dominan dipakai daripada yang lainnya sehingga ada kecenderungan gaya belajar tertentu.
            Dalam proses pembelajaran maka guru perlu memperhatikan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa sehingga gaya mengajar yang diberikan oleh guru tepat sasaran. Ketepatan dalam mengkolaborasikan antara gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa akan terciptanya proses pembelajaran yang menggairahkan dan menyenangkan. Guru diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan kolaborasi gaya mengajarnya sesuai dengan gaya belajar siswa. Di dalam kelas gaya belajar yang ditampilkan siswa berbeda-beda sehingga guru diharapkan mampu mengkolaborasikan gaya mengajarnya lebih aneka ragam untuk memenuhi gaya belajar siswa agar memperoleh kesejahteraan selama proses pembelajaran terjadi. Yang lebih penting juga guru dalam berinteraksi dengan siswa menyelaraskan antara bahasa tubuh dengan bahasa verbal sehingga siswa merasakan kenyamanan ketika berada di dalam proses pembelajaran.

Theme designed by